LBM NU Jawa Tengah Kaji “Fikih Buruh”

LBM NU Jawa Tengah Kaji “Fikih Buruh”

LBM NU Jawa Tengah Kaji “Fikih Buruh”


Bersamaan dengan Hari Buruh Internasional atau May Day 2017, Lembaga Bahtsul Masail (komisi fatwa) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menggelar acara bahtsul masail tentang problematika yang dialami oleh buruh.

Salah satunya hukum puasa Ramadlan bagi buruh tani dan transportasi online.

Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Tengah, KH Abi Jamroh menuturkan, bahwa warga NU di Jawa Tengah rata-rata sebagai petani.

Salah satu problem yang dialaminya ketika bulan Ramadlan yaitu apakah mereka boleh membatalkan puasa atau tidak, juga di sebagian daerah di Jawa Tengah banyak buruh yang minta disediakan makan pada siang Ramadlan dengan alasan para buruh itu tidak kuat bekerja kalau berpuasa.

“Jadi yang dibahas di sini persoalan-persoalan waqi’iyyah (yang memang terjadi dan dialami masyarakat), khususnya para petani di pedesaan-pedesaan,” kata Kiai Abi di Aula Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Jl. KH. Bisri Mustofa 1-4 Kabupaten Rembang, Senin (1/5/17).

Terkait hukum menyediakan makanan bagi buruh tani pada bulan Ramadlan, para kiai dari perwakilan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Jawa Tengah itu sepakat tidak memperbolehkan.

“Hukum memberi atau menyediakan makanan kepada buruh tani pada siang Ramadlan hukumnya tidak boleh sebab termasuk i’anah alal ma’shiyah (membantu buruh melakukan maksiat, yakni tidak berpuasa) kecuali buruh tersebut tarakhkhush bil ifthar (termasuk orang-orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa) seperti buruh yang datang dari jarak tempuh yang jauh, yakni sebagai musafir yang jarak bepergiannya mencapai masafatul qashri (sekitar 94.128 m) dan berangkatnya sebelum waktu subuh,” jelas Kiai Muhammad Zainal Amin yang menjadi pemimpin forum.

Adapun bagi pemilik padi yang menghadapi pekerja yang meminta sarapan pada siang Ramadlan, forum yang diikuti puluhan kiai perwakilan dari PCNU dan pondok pesantren se Jawa Tengah itu memberikan beberapa solusi.

“Karena hal ini terjadi, dan masyarakat membutuhkan solusi, forum memutuskan, antara lain: mencari pekerja lain yang boleh tidak berpuasa, atau mencari pekerja yang tidak meminta sarapan, atau sarapan diberikan menunggu sampai diperbolehkan ifthar (berbuka, red), atau mengganti tenaga buruh dengan tenaga mesin, atau mengupayakan adanya rombongan pemanen yang tetap menjalankan puasa,” jelas Kiai Zainal Amin.

Transportasi Online
Dari 4 persoalan yang dibahas, salah satunya yaitu hukum transaksi transportasi online baik antara perusahaan dengan driver, maupun dengan customer.

Pembahasan ini ditangguhkan karena panitia belum mengadakan penelitian sistem transaksinya secara utuh.

“Bahtsul masail itu kan memberi penjelasan dan jawaban-jawaban problematika masyarakat dari perspektif fikih (hukum Islam, red). Jadi kami harus mengadakan penelitian masalahnya terlebih dahulu, supaya jawaban hukumnya nanti bisa tepat. Sebagaimana Imam Asy-Syafi’i ketika mau membuat fikih haidl (menstruasi, red), beliau harus istiqra` (riset) terlebih dahulu,”

jelas Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Rembang, KH Bisri Adib Hattani.

Selain mengkaji tentang persoalan-persoalan buruh, forum yang dihadiri jajaran Syuriah PWNU Jawa Tengah, KH Ubaidullah Shodaqoh, KH A’wani Sya’roni, KH Said Abdurrahim, KH Ahmad Sya’roni, KH Aniq Muhammadun, Ketua LBM PWNU Jawa Tengah KH Abi Jamroh, juga membahas tentang hukum membongkar masjid yang masih kokoh dan layak pakai diganti dengan bangunan masjid baru.

“Membongkar bangunan wakaf masjid dan membangunnya kembali hanya dibolehkan jika dalam keadaan darurat atau hajat misalnya karena dikhawatirkan runtuh atau kebutuhan pelebaran dan menambah kenyamanan jamaah shalat. Itu yang disepakati musyawirin meski tetap mengakui adanya sebagian ulama yang membolehkan secara mutlak,”

terang KH Muhammad Faeshol Muzammil yang memimpin forum pembahasan hukum membongkar masjid.